Rabu, 05 April 2023

 

MODERASI BERAGAMA

Oleh : Muh. Alwi, S.Ag Penghulu KUA Kec. Biringkanaya Kota Makassar

 

Assalamu Alaikum wr. wb.  Salam sejahtera untuk kita semua, Shalom Om Swastiyastu, Nama budaya salam kebajikan

Sebagai bangsa yang masyarakatnya sangat majemuk kita sering menyaksikan adanya gesekan social akibat perbedaan cara pandang  masalah agama ini tak ayal dapat mengganggu suasana rukun dan damai yang kita idam-idamkan bersama.

Di suatu waktu misalnya ada umat beragama yang membenturkan pandangan keagamaannya dengan ritual budaya local, seperti sedekah laut, festival kebudayaan, atau ritual budaya lainnya. Diwaktu yang lain kita disibukkan dengan penolakan pembangunan rumah ibadah di suatu daerah, meski syarat dan ketentuannya sudah tidak bermasalah. Karena umat mayoritas di daerah itu tidak menghendaki, mayarakat pun jadi berkelahi. Di waktu lainnya, kita disibukkan dengan sikap ekslusif menolak pemimpin urusan publik negara beda agama, ini terjadi mulai dari tingkat pemilihan gubernur, bupati, walikota camat, RW, RT. Kalau pemilihan presiden sih, belum ada presidennya, selain itu, ada lagi orang yang atas nama agama  mengganti ideology Negara, yang sudah menjadi kesepakatan bersama bangsa kita. Yang juga mengkhawatirkan ada pula seruan nama jihad agama untuk mengkafirkan sesama, bahkan boleh membunuh, menghunus pedang, memenggal kepala, dan menghalalkan darah. Ini semuanya fakta yang kita hadapi, karena umat keragaman paham umat beragama di Indonesia memang amat tak terperi, nyaris tak mungkin alias mustahil kita bisa menyatukan cara pandang keagamaan umat beragama di Indonesia. Sementara keragaman klaim kebenaran atas tafsir agama bisa memunculkan gesekan dan konflik. Lalu bagaimana kita menyikapinya?

Membungkamnya jelas tidak mungkin, karena itu bagian dari kebebasan ekspresi beragama. Tapi membiarkan tanpa kendali keragaman pandangan yang ekstrem, juga bisa membahayakan persatuan dan kesatuan. Apalagi ihwal agama adalah hal yang sangat teramat sensitive untuk disepelekan.

Nah kementerian agama sudah menawarkan sebuah solusi beragama jalan tengah. Yang disebut moderasi beragama. Jangan buru-buru menilai bahwa beragama jalan tengah berarti beragama setengah-tengah, liberal dan tidak kaafa. Sabar dulu ya, saya akan menjelaskan dulu secara pelan-pelan. Kita kupas dulu terlebih dahulu dari segi bahasa. Moderat adalah sebuah kata sifat, turunan dari kata moderation yang berarti tidak berlebih-lebihan atau sedang. Kata moderasi sendiri berasal dari bahasa latin moderatio yang berarti kesedangan (tidak kelebihan dan tidak kekurangan) alias seimbang. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata moderasi didefinisikan sebagai pengurangan kekerasan atau penghindaran keekstreman. Maka ketika kata moderasi disandingkan dengan kata beragama menjadi moderasi beragama berarti istilah tersebut merujuk kepada  sikap mengurangi kekerasan atau menghindari keesktreman dalam cara pandang sikap dan praktik beragama.

Dalam bahasa Arab pandangan moderasi adalah wasit atau waasatiyah, yang berarti tengah-tengah. Kata ini mengandung makna I’tidal (adil) dan tawazun (berimbang). Orang yang menawarkan prinsip wasathiyah bisa disebut wasit. Bahkan kata wasit sudah diserap dalam bahasa Indonesia dengan tiga pengertian yaitu: pertama wasit berarti penengah atau perantara (misalnya dalam perdagangan, dan bisnis, dll). Makna kedua adalah : wasit berarti pelerai (pemisah, pendamai) antara pihak-pihak yang berselisih. Dan makna yang ketiga adalah: wasit berarti pemimpin di pertandingan seperti wasit sepak bola, wasit badminton atau wasit dalam olah raga lainnya.  Wasit tentu harus adil kan. Adapun lawan kata moderasi tatarruf yang dalam bahasa Inggris mengandung makna extreme, radical dan excessive bisa juga dalam pengertian (berlebihan).

Dalam bahasa Arab, setidaknya ada dua kata yang maknanya sama dengan kata extreme, yaitu al-guluw, dan tasyaddud. Dalam konteks beragama, pegertian “berlebihan” ini dapat diterapkan untuk menyebut orang yang bersikap ekstrem. Yaitu melampaui batas dan ketentuan syariat agama. Jadi tidak ekstrem adalah salah satu kata kunci paling penting dalam moderasi beragama. Karena ekstremitas dalam berbagai bentuknya diyakini bertentangan dengan esensi ajaran agama dan cenderung merusak tatanan kehidupan bersama baik dalam kehidupan beragama maupun bernegara karenanya kalau mau dirumuskan. Moderasi beragama itu adalah cara pandang, sikap dan praktik beragama dalam kehidupan bersama. Dengan cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusian dan membangun kemaslahatan umum berlandaskan prinsip adil, berimbang dan menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.

Pertanyaannya memangnya moderasi beragama penting untuk Indonesia, ya sangat penting, karena Indonesia adalah Negara yang masyarakatnya sangat religious dan sekaligus majemuk. Meskipun bukan Negara berdasar agama tertentu, masyarakat kita sangat lekat dengan kehidupan beragama. Nyaris tidak ada satu pun urusan sehari-hari yang tidak berkaitan dengan agama. Itu mengapa, kemerdekaan beragama juga dijamin oleh konstitusi kita.  Nah tugas kita adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara kebebasan beragama itu dengan komitmen kebangsaan untuk menumbuhkan cinta tanah air. Mungkin ada yang bertanya, memangnya cara pandang sikap dan praktik beragama seperti apa yang dianggap ekstrem atau melebihi batas. Lihat saja ada tiga ukuran yang bisa menjadi patokan. Tiga hal dianggap melebihi Batas (ekstrem) dalam praktik beragama, yaitu yang pertama: 1) Dianggap esktrem kalau atas nama agama, seseorang melanggar nilai luhur dan harkat mulia kemanusiaan karena agama diturunkan untuk memuliakan manusia. 2) Dianggap ekstrem kalau atas nama agama, seseorang melanggar kesepakatan bersama yang dimaksudkan untuk kemaslahatan, dan 3) dianggap ekstrem kalau atas nama agama, seseorang dengan sengaja melanggar hukum tanpa alasan yang jelas.  Jadi orang yang atas nama menjalankan ajaran agamanya tapi melanggar ketiga batasan tadi itu, bisa disebut eksrtem dan melebihi batas. Logikanya kemuliaan agama itu tidak bisa ditegakkan dengan cara merendahkan harkat kemanusiaan. Nilai moral agama juga tidak bisa diwujudkan melalui cara yang bertentangan dengan tujuan kemaslahatan umum. Begitu pula esensi agama tidak akan bisa diajarkan dengan cara melanggar ketentuan-ketentuan hukum yang sudah disepakati bersama sebagai panduan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Masyarakat perlu tahu bahwa moderasi beragama adalah cara kita, umat beragama, menjaga Indonesia. Kita tentu kita mau mengalami nasib seperti saudara-saudara kita di negara yang kehidupan masyarakatnya carut marut, dan bahkan negaranya terancam bubar, akibat konflik sosial-politik berlatar belakang perbedaan tafsir agama. Kita harus belajar dari pengalaman yang ada. Keragaman, di bidang apapun, memang pasti menimbulkan adanya perbedaan, apalagi yang terkait dengan agama. Dan, harus diakui bahwa perbedaan itu, apalagi yang tajam dan ekstrem, dimana pun selalu memunculkan potensi konflik. Kalau tidak dikelola dengan baik potensi konflik seperti ini bisa melahirkan sikap ekstrem dalam membela tafsir klaim kebenaran versi masing-masing kelompok yang berbeda. Padahal dalam hal tafsir agama, yang Maha Mengetahui Kebenaran sejati, kan hanya tuhan belaka. Seringkali perbedaan yang diperebutkan itu sesungguhnya sebatas kebenaran tafsir agama yang dihasilkan oleh manusia, bukan kebenaran esensial yang merupakan pokok agama itu sendiri yang dikehendaki oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Konflik yang berlatar belakang perbedaan klaim kebenaran tafsir agama, tentu daya rusaknya akan lebih dahsyat lagi, karena agama itu amat berkaitan dengan relung emosi terdalam dan terjauh di dalam jiwa setiap manusia. Itulah menagapa moderasi beragama penting hadir di Indonesia. Ia bisa menjadi solusi untuk menciptakan kerukunan, harmonis sosial, sekaligus menjaga kebebasan dalam menjalankan kehidupan beragama, menghargai keragaman tafsir dan perbedaan pandangan serta tidak terjebak pada ekstremisme, intoleransi, dan kekerasan atas nama agama. Ingat! Yang disebut moderat itu bukan orang yang dangkal keimanannya, bukan orang yang menganggap sepele tuntunan agama, dan bukan pula orang yang ekstrem liberal. Orang yang moderat adalah mereka yang saleh, berpegang teguh pada nilai moral dan seni ajaran agama, serta memiliki sikap cinta tanah air, toleran, anti kekerasan, dan ramah terhadap keragaman budaya lokal. Semangat moderasi beragama adalah untuk mencari titik temu dua kutub eksrtem dalam beragama. Di satu sisi, kan ada pemeluk agama yang ekstrem meyakini mutlak kebenaran satu tafsir teks agama, lalu menganggap sesat mereka yang memiliki tafsir yang berbeda dengannya. Di sisi lain, ada juga umat beragama yang ekstrem mengabaikan kesucian agama, atau mengorbankan kepercayaan dasar ajaran agamanya atas nama toleransi kepada pemeluk agama lain. Kedua sikap eksrtem ini perlu dimoderasi. Dan, harus diingat, moderasi beragama adalah tanggung jawab kita bersama. Moderasi beragama tidak mungkin berhasil menciptakan kerukunan kalau hanya dilakukan oleh perorangan atau institusi tertentu saja seperti Kementerian Agama. Kita perlu bekerjasama dan saling bergandengan tangan, mulai dari masyarakat luas, pegiat pendidikan, ormas keagamaan, media, para politisi, dunia birokrasi, dan aparatur sipil Negara. Alhasil moderasi beragama itu sesungguhnya adalah jati diri kita sendiri, jati diri bangsa Indonesia. Kita adalah negeri yang sangat agamis, umat beragama kita amat santun, toleran dan terbiasa bergaul dengan berbagai latar keragaman etnis, suku, dan keragaman budaya. Toleransi ini pekerjaan rumah (PR) kita bersama, karena kalau intleransi dan ekstremisme dibiarkan tumbuh berkembang, cepat atau lambat keduanya akan merusak sendi-sendi ke-Indonesia-an kita. Itulah mengapa moderasi beragama menjadi sangat penting dijadikan sebagai cara pandang, sikap, dan perilaku dalam beragama dan bernegara. Jadi, moderasi beragama merupakan perekat antara semangat beragama dengan komitmen berbangsa dan bernagara. Yakinlah bahwa bagi kita, bagi bangsa Indonesia, beragama ada hakikatnya adalah ber Indonesia dan ber Indnesia itu pada hakikatnya adalah beragama. Moderasi beragama harus kita jadikan sebagai sarana mewujudkan kemaslahan beragama dan berbangsa yang rukun, harmonis, damai, toleran serta taat konstitusi, sehingga kita bisa benar-benar menggapai cita-cita bersama menuju Indonesia maju. Untuk itu, melalui moderasi beragama mari kita jaga persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia ini yang telah diperjuangkan dengan penuh pengorbanan, termasuk oleh tokoh dan umat beragama para pahlawan kita.  Terima kasih Assalamu Alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Selamat menunaikan ibadah puasa Tahun 1444 H / 2023 M

 Dikutif dari YouTube, artikel dan beberapa sumber lainnya  

 

    Biringkanaya____Kantor Urusan Agama Kecamatan Biringkanaya Kota Makassar melaksanakan kegiatan Bimbingan Perkawinan Bagi Calon Pengantin...