MODERASI BERAGAMA
Oleh : Muh. Alwi, S.Ag Penghulu KUA Kec. Biringkanaya Kota Makassar
Assalamu Alaikum wr. wb. Salam sejahtera untuk kita semua, Shalom Om Swastiyastu, Nama budaya salam kebajikan
Sebagai bangsa yang masyarakatnya sangat
majemuk kita sering menyaksikan adanya gesekan social akibat perbedaan cara
pandang masalah agama ini tak ayal dapat
mengganggu suasana rukun dan damai yang kita idam-idamkan bersama.
Di suatu waktu misalnya ada umat beragama
yang membenturkan pandangan keagamaannya dengan ritual budaya local, seperti sedekah
laut, festival kebudayaan, atau ritual budaya lainnya. Diwaktu yang lain kita
disibukkan dengan penolakan pembangunan rumah ibadah di suatu daerah, meski
syarat dan ketentuannya sudah tidak bermasalah. Karena umat mayoritas di daerah
itu tidak menghendaki, mayarakat pun jadi berkelahi. Di waktu lainnya, kita
disibukkan dengan sikap ekslusif menolak pemimpin urusan publik negara beda
agama, ini terjadi mulai dari tingkat pemilihan gubernur, bupati, walikota
camat, RW, RT. Kalau pemilihan presiden sih, belum ada presidennya, selain itu,
ada lagi orang yang atas nama agama
mengganti ideology Negara, yang sudah menjadi kesepakatan bersama bangsa
kita. Yang juga mengkhawatirkan ada pula seruan nama jihad agama untuk
mengkafirkan sesama, bahkan boleh membunuh, menghunus pedang, memenggal kepala,
dan menghalalkan darah. Ini semuanya fakta yang kita hadapi, karena umat
keragaman paham umat beragama di Indonesia memang amat tak terperi, nyaris tak
mungkin alias mustahil kita bisa menyatukan cara pandang keagamaan umat
beragama di Indonesia. Sementara keragaman klaim kebenaran atas tafsir agama
bisa memunculkan gesekan dan konflik. Lalu bagaimana kita menyikapinya?
Membungkamnya jelas tidak mungkin, karena
itu bagian dari kebebasan ekspresi beragama. Tapi membiarkan tanpa kendali
keragaman pandangan yang ekstrem, juga bisa membahayakan persatuan dan
kesatuan. Apalagi ihwal agama adalah hal yang sangat teramat sensitive untuk
disepelekan.
Nah kementerian agama sudah menawarkan
sebuah solusi beragama jalan tengah. Yang disebut moderasi beragama. Jangan
buru-buru menilai bahwa beragama jalan tengah berarti beragama setengah-tengah,
liberal dan tidak kaafa. Sabar dulu ya, saya akan menjelaskan dulu secara
pelan-pelan. Kita kupas dulu terlebih dahulu dari segi bahasa. Moderat adalah
sebuah kata sifat, turunan dari kata moderation yang berarti tidak
berlebih-lebihan atau sedang. Kata moderasi sendiri berasal dari bahasa latin moderatio
yang berarti kesedangan (tidak kelebihan dan tidak kekurangan) alias seimbang.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata moderasi didefinisikan sebagai
pengurangan kekerasan atau penghindaran keekstreman. Maka ketika kata moderasi
disandingkan dengan kata beragama menjadi moderasi beragama berarti istilah
tersebut merujuk kepada sikap mengurangi
kekerasan atau menghindari keesktreman dalam cara pandang sikap dan praktik
beragama.
Dalam
bahasa Arab pandangan moderasi adalah wasit atau waasatiyah, yang
berarti tengah-tengah. Kata ini mengandung makna I’tidal (adil) dan tawazun
(berimbang). Orang yang menawarkan prinsip wasathiyah bisa disebut
wasit. Bahkan kata wasit sudah diserap dalam bahasa Indonesia dengan tiga
pengertian yaitu: pertama wasit berarti penengah atau perantara (misalnya dalam
perdagangan, dan bisnis, dll). Makna kedua adalah : wasit berarti pelerai
(pemisah, pendamai) antara pihak-pihak yang berselisih. Dan makna yang ketiga
adalah: wasit berarti pemimpin di pertandingan seperti wasit sepak bola, wasit badminton
atau wasit dalam olah raga lainnya. Wasit tentu harus adil kan. Adapun lawan kata
moderasi tatarruf yang dalam bahasa Inggris mengandung makna extreme,
radical dan excessive bisa juga dalam pengertian (berlebihan).
Dalam
bahasa Arab, setidaknya ada dua kata yang maknanya sama dengan kata extreme,
yaitu al-guluw, dan tasyaddud. Dalam konteks beragama, pegertian
“berlebihan” ini dapat diterapkan untuk menyebut orang yang bersikap ekstrem.
Yaitu melampaui batas dan ketentuan syariat agama. Jadi tidak ekstrem adalah
salah satu kata kunci paling penting dalam moderasi beragama. Karena
ekstremitas dalam berbagai bentuknya diyakini bertentangan dengan esensi ajaran
agama dan cenderung merusak tatanan kehidupan bersama baik dalam kehidupan
beragama maupun bernegara karenanya kalau mau dirumuskan. Moderasi beragama itu
adalah cara pandang, sikap dan praktik beragama dalam kehidupan bersama. Dengan
cara mengejawantahkan esensi ajaran agama yang melindungi martabat kemanusian
dan membangun kemaslahatan umum berlandaskan prinsip adil, berimbang dan
menaati konstitusi sebagai kesepakatan berbangsa.
Pertanyaannya
memangnya moderasi beragama penting untuk Indonesia, ya sangat penting, karena
Indonesia adalah Negara yang masyarakatnya sangat religious dan sekaligus
majemuk. Meskipun bukan Negara berdasar agama tertentu, masyarakat kita sangat
lekat dengan kehidupan beragama. Nyaris tidak ada satu pun urusan sehari-hari
yang tidak berkaitan dengan agama. Itu mengapa, kemerdekaan beragama juga
dijamin oleh konstitusi kita. Nah tugas
kita adalah bagaimana menjaga keseimbangan antara kebebasan beragama itu dengan
komitmen kebangsaan untuk menumbuhkan cinta tanah air. Mungkin ada yang
bertanya, memangnya cara pandang sikap dan praktik beragama seperti apa yang
dianggap ekstrem atau melebihi batas. Lihat saja ada tiga ukuran yang bisa
menjadi patokan. Tiga hal dianggap melebihi Batas (ekstrem) dalam praktik
beragama, yaitu yang pertama: 1) Dianggap esktrem kalau atas nama agama,
seseorang melanggar nilai luhur dan harkat mulia kemanusiaan karena agama
diturunkan untuk memuliakan manusia. 2) Dianggap ekstrem kalau atas nama agama,
seseorang melanggar kesepakatan bersama yang dimaksudkan untuk kemaslahatan,
dan 3) dianggap ekstrem kalau atas nama agama, seseorang dengan sengaja
melanggar hukum tanpa alasan yang jelas. Jadi orang yang atas nama menjalankan ajaran
agamanya tapi melanggar ketiga batasan tadi itu, bisa disebut eksrtem dan
melebihi batas. Logikanya kemuliaan agama itu tidak bisa ditegakkan dengan cara
merendahkan harkat kemanusiaan. Nilai moral agama juga tidak bisa diwujudkan
melalui cara yang bertentangan dengan tujuan kemaslahatan umum. Begitu pula
esensi agama tidak akan bisa diajarkan dengan cara melanggar
ketentuan-ketentuan hukum yang sudah disepakati bersama sebagai panduan
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Masyarakat perlu tahu bahwa moderasi
beragama adalah cara kita, umat beragama, menjaga Indonesia. Kita tentu kita
mau mengalami nasib seperti saudara-saudara kita di negara yang kehidupan
masyarakatnya carut marut, dan bahkan negaranya terancam bubar, akibat konflik
sosial-politik berlatar belakang perbedaan tafsir agama. Kita harus belajar
dari pengalaman yang ada. Keragaman, di bidang apapun, memang pasti menimbulkan
adanya perbedaan, apalagi yang terkait dengan agama. Dan, harus diakui bahwa
perbedaan itu, apalagi yang tajam dan ekstrem, dimana pun selalu memunculkan potensi
konflik. Kalau tidak dikelola dengan baik potensi konflik seperti ini bisa
melahirkan sikap ekstrem dalam membela tafsir klaim kebenaran versi
masing-masing kelompok yang berbeda. Padahal dalam hal tafsir agama, yang Maha
Mengetahui Kebenaran sejati, kan hanya tuhan belaka. Seringkali perbedaan yang
diperebutkan itu sesungguhnya sebatas kebenaran tafsir agama yang dihasilkan
oleh manusia, bukan kebenaran esensial yang merupakan pokok agama itu sendiri
yang dikehendaki oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Konflik yang berlatar belakang
perbedaan klaim kebenaran tafsir agama, tentu daya rusaknya akan lebih dahsyat
lagi, karena agama itu amat berkaitan dengan relung emosi terdalam dan terjauh
di dalam jiwa setiap manusia. Itulah menagapa moderasi beragama penting hadir
di Indonesia. Ia bisa menjadi solusi untuk menciptakan kerukunan, harmonis sosial,
sekaligus menjaga kebebasan dalam menjalankan kehidupan beragama, menghargai
keragaman tafsir dan perbedaan pandangan serta tidak terjebak pada ekstremisme,
intoleransi, dan kekerasan atas nama agama. Ingat! Yang disebut moderat itu
bukan orang yang dangkal keimanannya, bukan orang yang menganggap sepele
tuntunan agama, dan bukan pula orang yang ekstrem liberal. Orang yang moderat
adalah mereka yang saleh, berpegang teguh pada nilai moral dan seni ajaran
agama, serta memiliki sikap cinta tanah air, toleran, anti kekerasan, dan ramah
terhadap keragaman budaya lokal. Semangat moderasi beragama adalah untuk
mencari titik temu dua kutub eksrtem dalam beragama. Di satu sisi, kan ada
pemeluk agama yang ekstrem meyakini mutlak kebenaran satu tafsir teks agama,
lalu menganggap sesat mereka yang memiliki tafsir yang berbeda dengannya. Di
sisi lain, ada juga umat beragama yang ekstrem mengabaikan kesucian agama, atau
mengorbankan kepercayaan dasar ajaran agamanya atas nama toleransi kepada pemeluk
agama lain. Kedua sikap eksrtem ini perlu dimoderasi. Dan, harus diingat,
moderasi beragama adalah tanggung jawab kita bersama. Moderasi beragama tidak
mungkin berhasil menciptakan kerukunan kalau hanya dilakukan oleh perorangan
atau institusi tertentu saja seperti Kementerian Agama. Kita perlu bekerjasama
dan saling bergandengan tangan, mulai dari masyarakat luas, pegiat pendidikan,
ormas keagamaan, media, para politisi, dunia birokrasi, dan aparatur sipil
Negara. Alhasil moderasi beragama itu sesungguhnya adalah jati diri kita
sendiri, jati diri bangsa Indonesia. Kita adalah negeri yang sangat agamis,
umat beragama kita amat santun, toleran dan terbiasa bergaul dengan berbagai
latar keragaman etnis, suku, dan keragaman budaya. Toleransi ini pekerjaan
rumah (PR) kita bersama, karena kalau intleransi dan ekstremisme dibiarkan
tumbuh berkembang, cepat atau lambat keduanya akan merusak sendi-sendi
ke-Indonesia-an kita. Itulah mengapa moderasi beragama menjadi sangat penting
dijadikan sebagai cara pandang, sikap, dan perilaku dalam beragama dan
bernegara. Jadi, moderasi beragama merupakan perekat antara semangat beragama
dengan komitmen berbangsa dan bernagara. Yakinlah bahwa bagi kita, bagi bangsa
Indonesia, beragama ada hakikatnya adalah ber Indonesia dan ber Indnesia itu
pada hakikatnya adalah beragama. Moderasi beragama harus kita jadikan sebagai
sarana mewujudkan kemaslahan beragama dan berbangsa yang rukun, harmonis,
damai, toleran serta taat konstitusi, sehingga kita bisa benar-benar menggapai
cita-cita bersama menuju Indonesia maju. Untuk itu, melalui moderasi beragama
mari kita jaga persatuan dan kesatuan Negara Republik Indonesia ini yang telah
diperjuangkan dengan penuh pengorbanan, termasuk oleh tokoh dan umat beragama
para pahlawan kita. Terima kasih
Assalamu Alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Selamat menunaikan ibadah puasa Tahun 1444 H / 2023 M